Harta
Cukup sering kita mendengar "harta tidak akan dibawa mati". Kalimat yang seolah mengingatkan kita untuk tidak terikat akan harta duniawi yang bersifat materil. Namun pada pandangan lain, bisa saja kalimat tersebut dimaknai sebagai "harta tidak akan dibawa mati, habiskan sekarang!".
Kalimat itu tidak salah, namun rasanya hanya kurang lengkap, atau... kurang tepat? Pemaknaan setelahnya dari kalimat itu bisa membuat berbagai sisi pandangan. "Harta tidak akan dibawa mati, habiskan sekarang!"; habiskannya dengan cara apa? Bisa berfoya-foya, atau bisa juga diwakafkan untuk pembangunan perpustakaan misalnya. Jika yang dipilih adalah berfoya-foya, maka, seperti apakah makna kalimat tersebut sekarang?
Melengkapi kalimat itu setelahnya diserahkan pada masing-masing. Namun, tadi baru saja saya terpikir akan kelanjutan dari kalimat tersebut, yang entah dari mana pikiran tersebut bisa muncul. Sehingga, kalimat yang ada di benak saya sekarang adalah "harta akan dibawa mati, hanya wujudnya yang berubah."
Yang justru terpikir oleh saya adalah harta dibawa mati, namun dalam wujud yang berbeda. Saya meyakini jika harta yang kita memiliki dapat mendatangkan berkah dan kebermanfaatan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, harta itu akan berubah bentuk menjadi penolong dalam kehidupan kita setelah di dunia ini. Tidak tahu bentuknya apa, namun yang pasti mereka akan menolong kita nanti.
Demikian sebaliknya. Jika harta itu mendatangkan kerugian dan membuat celaka bagi diri kita maupun orang lain, harta itu akan menjadi beban berat yang dipikul di kehidupan kita setelah ini.
Dengan sudut pandang seperti itu, semangat yang dimiliki pun terasa berbeda. Setidaknya itu yang saya rasakan.
Harta tak hanya duit atau benda materil yang kita miliki. Ilmu, keluarga, dan silaturahmi adalah contoh harta, yang boleh dibilang lebih berharga daripada harta materil.
Jika ditanya dalil, saya tidak tahu; saya pun harus tanya Ustadz yang memiliki ilmu mendalam. Namun pikiran saya mengarah pada Keadilan Ilahi dan pada Az-Zalzalah ayat 7-8. Dan, saya tidak berani untuk menulis lagi tentang itu karena ilmu saya yang masih dangkal, yang tak lama baru mengenalnya.
Wallahu A'lam.
Komentar
Posting Komentar